Pengertian
Otonomi
Pengertian
Otonomi Daerah, Tujuan, Prinsip, Asas & Definisi Para Ahli| Secara umum, Pengertian otonomi
daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus diri sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Istilah otonomi daerah bukan hal
yang baru bagi bangsa dan negara RI sebab sejak Indonesia merdeka sudah dikenal
dengan Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID), yaitu lembaga yang menjalankan
pemerintahan daerah dan melaksanakan tugas mengatur rumah tangga
daerahnya.
1.
Pengertian Otonomi Daerah Secara Etimologi - Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani yang berarti auto,
dan nomous. Auto berarti sendiri, dan nomous berarti hukum atau
peraturan. jadi, pengertian otonomi daerah adalah aturan yang mengatur
daerahnya sendiri.
2.
Pengertian Otonomi Daerah Menurut Definisi Para Ahli - Ada beberapa pendapat para ahli
mengenai pengertian otonomi daerah. Macam-macam pendapat para ahli tersebut
adalah sebagai berikut...
- Menurut
UU No. 32 Tahun 2004 : Pengertian otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Menurut
Kamus Hukum dan Glosarium Otonomi Daerah : Pengertian otonomi daerah menurut
kamus hukum dan glosarium otonomi daerah adalah kewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
- Menurut
Encyclopedia of Social Scince : Pengertian otonomi daerah menurut Encyclopedia of
social scince adalah hak sebuah organisasi sosial untuk mencukupi diri
sendiri dan kebebasan aktualnya.
- Menurut
Pendapat Para Ahli : Pengertian
otonomi daerah menurut pendapat para ahli adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam ikatan NKRI.
- Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia : Pengertian otonomi daerah menurut kamus besar bahasa
indonesia adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3.
Hakikat Otonomi Daerah - Berdasarkan
pengertian-pengertian otonomi daerah tersebut dapat disimpulkan bahwa hakikat
otonomi daerah adalah sebagai berikut...
- Daerah
memiliki hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga pemerintahan
sendiri, baik, jumlah, macam, maupun bentuk pelayanan masyarakat yang
sesuai kebutuhan daerah masing-masing.
- Daerah
memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri,
baik kewenangan mengatur maupun mengurus rumah tangga pemerintahan sendiri
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
4.
Tujuan Otonomi Daerah - Maksud
dan tujuan otonomi daerah adalah sebagai berikut...
- agar tidak terjadi pemusatan
dalam kekuasaan pemerintahan pada tingkat pusat sehingga jalannya
pemerintahan dan pembangunan berjalan lancar
- agar pemerintah tidak hanya
dijalankan oleh pemerintah pusat, tetapi daerah pun dapat diberi hak untuk
mengurus sendiri kebutuhannya
- agar kepentingan umum suatu
daerah dapat diurus lebih baik dengan memperhatikan sifat dan keadaan
daerah yang mempunya kekhususan sendiri.
5. Prinsip Otonomi Daerah - Prinsip ototnomi daerah
menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, prinsip otonomi yang nyata, dan
berprinsip otonomi yang bertanggung jawab. Jadi, kewenangan otonomi yang
diberikan terhadap daerah adalah kewenangan otonomi luas, nyata dan bertanggung
jawab. Berikut prinsip-prinsip otonomi daerah...
- Prinsip otonomi seluas-luasnya,
artinya daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali
kewenangan terhadap bidang politik luar negeri, keamanan, moneter, agamar,
peradilan, dan keamanan. serta fiskal nasional.
- Prinsip otonomi nyata, artinya
daerah diberikan kewenangan untuk menangani urusan pemerintahan
berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan
berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan
kekhasan daerah.
- Prinsip otonomi yang
bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus
benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada
dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
6. Asas Otonomi Daerah - Pedoman pemerintahan diatur dalam
Pasal 20 UU No. 32 Tahun 2004. Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada
asas umum penyelenggaraan negara yang terdiri atas sebagai berikut..
- Asas kepastian hukum adalah
asas yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan,
dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.
- Asas tertip penyelenggara
adalah asas menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan
dalam pengendalian penyelenggara negara.
- Asas kepentingan umum adalah
asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif,
akomodatif, dan selektif.
- Asas keterbukaan adalah asas
yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informas yang
benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggara negara dengan
tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan
rahasia negara.
- Asas proporsinalitas adalah
asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
- Asas profesionalitas adalah
asas yang mengutamakan keadilan yang berlandaskan kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Asas akuntabilitas adalah asas
yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Asas efisiensi dan efektifitas
adalah asas yang menjamin terselenggaranya kepada masyarakat dengan
menggunakan sumber daya tersedia secara optimal dan bertanggung jawab
(efisiensi = ketepatgunaan, kedaygunaan, efektivitas = berhasil
guna).
Adapun penyelenggaraan otonomi
daerah menggunakan tiga asas antara lain sebagai berikut...
- Asas desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom
dalam kerangka NKRI
- Asas dekosentrasi adalah
pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil
pemerintah dan atau perangkat pusat daerah
- Asas tugas pembantuan adalah
penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa, dan dari daerah ke desa
untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana, dan prasarana
serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
Demikianlah informasi mengenai Pengertian
Otonomi Daerah. Semoga teman-teman dapat menerima dan bermanfaat bagi kita
semua baik itu pengertian otonomi daerah, pengertian otonomi daerah secara
etimologi, pengertian otonomi daerah pendapat para ahli, hakikat otonomi
daerah, maksud dan tujuan otonomi daerah, prinsip-prinsip otonomi daerah,
asas-asas otonomi daerah. Sekian dan terima kasih. "Salam Berbagi
Teman-Teman".
Dasar Hukum Otonomi Daerah dalam UUD 1945
Otonomi daerah di Indonesia merupakan suatu kebijakan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menjalankan sistem pemerintahannya sendiri sesuai dengan kekhasan yang dimiliki oleh daerahnya. Melalui otonomi daerah, diharapkan potensi-potensi yang ada di daerah dapat dikembangkan sehingga menjadi suatu kebanggaan yang dapat memperkuat stabilitas nasional. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tidak terlepas dari tujuan yang dimilikinya. Tujuan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia menjadikan pelaksanaan otonomi daerah tepat guna bagi masyarakat daerahnya. Dalam melaksanakan otonomi daerah di Indonesia, terdapat dasar hukum yang bersumber pada UUD 1945 khususnya pasal 18 ayat 1-7, pasal 18A ayat 1-2, dan pasal 18B ayat 1-2. Melalui artikel ini, dibahas secara lebih mendalam dasar hukum otonomi daerah menurut pasal-pasal tersebut.1. Pasal 18 ayat 1
Pasal ini berbunyi: “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.” Dari pasal tersebut, kita dapatkan beberapa kalimat kunci, yaitu:- NKRI dibagi-bagi menjadi beberapa daerah
- Tiap daerah mempunyai pemerintahan
- Pemerintahan daerah diatur dengan undang-undang
- Disebutkan juga tiap-tiap daerah mempunyai pemerintahannya masing-masing dan menjalannya sistem pemerintahannya sesuai dengan kapasitasnya sebagai pemerintah suatu daerah.
- Jalannya pemerintahan di tiap daerah dimaksudkan agar pemerintah pusat lebih mudah untuk melakukan kontrol terhadap daerah-daerah sehingga esensi dari pemerintahan yang berdaulat ke dalam dan keluar dapat terwujud dengan baik.
- Tiap daerah juga mempunyai struktur lembaga pemerintahan baik itu di tingkat kabupaten, kota, maupun provinsi yang berbeda-beda antara daerah yang satu dengan yang lainnya.
- Masing-masing daerah melaksanakan pemerintahannya sesuai dengan kekhasan daerahnya sehingga terdapat kemajemukan di negara Indonesia.
Pasal 18 ayat 2
“Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut dasar hukum otonomi daerah” merupakan bunyi dari pasal 18 ayat 2 UUD 1945. Dari isi yang tercantum dalam pasal tersebut, kita dapat menemukan berapa kalimat inti dari isi pasal ini. Kalimat inti yang dapat mewakili pasal ini diantaranya:- Mengurus sendiri urusan pemerintahan
- Dilakukan berdasarkan asas otonomi
- Dilakukan sebagai tugas pembantuan
Selain itu, adanya hak pemerintah daerah untuk mengurus sendiri urusan pemerintahan daerahnya membuat pemerintah daerah dapat mengembangkan potensi yang ada di daerahnya sehingga dapat meningkatkan daya saing di negara sendiri maupun negara lain terutama di era globalisasi ini. Urusan pemerintah daerah yang satu dengan yang lainnya tentu berbeda. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam menentukan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengurus sendiri urusan pemerintahan dirasa sudah tepat sehingga dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, terdapat warna kemajemukan antar daerah yang ada di Indonesia, sebagai berikut:
- Jalannya pemerintahan daerah harus didasarkan pada asas yang berlaku dalam hal otonomi daerah. Asas yang biasa dianut oleh pemerintah daerah dalam menjalankan tugas dan wewangnya didasarkan pada UU No. 32 Tahun 2004.
- Melalui asas ini, pelaksanaan sistem pemerintahan daerah dapat dilaksanakan sepenuhnya demi kepentingan masyarakat daerah yang dilandaskan pada arti penting dan fungsi Pancasila sebagai pandangna hidup bangsa Indonesia.
- Selain itu, pelaksanaan jalannya sistem pemerintahan daerah yang didasarkan pada asas otonomi merupakan salah satu bentuk penerapan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat yang ditinjau dari jalannya pemerintahan yang adil dan berdaulat bagi seluruh masyarakat daerahnya.
- Tugas pembantuan bisa diartikan sebagai kegiatan membantu pihak untuk menjalankan suatu kegiatan atau kebijakan yang ditetapkan oleh pihak tersebut. Dalam pemerintahan yang menerapkan otonomi daerah, tugas pembantuan merupakan tugas yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini adalah pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten atau kota guna membantu pemerintah provinsi dalam menjalankan kebijakannya.
8 Dasar Hukum Otonomi Daerah dalam UUD 1945
Otonomi daerah di Indonesia merupakan
suatu kebijakan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk menjalankan sistem pemerintahannya sendiri sesuai dengan kekhasan yang
dimiliki oleh daerahnya. Melalui otonomi daerah, diharapkan potensi-potensi yang
ada di daerah dapat dikembangkan sehingga menjadi suatu kebanggaan yang dapat
memperkuat stabilitas nasional. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tidak
terlepas dari tujuan yang dimilikinya. Tujuan pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia menjadikan pelaksanaan otonomi daerah tepat guna
bagi masyarakat daerahnya. Dalam melaksanakan otonomi daerah di Indonesia,
terdapat dasar hukum yang bersumber pada UUD 1945 khususnya pasal 18 ayat 1-7,
pasal 18A ayat 1-2, dan pasal 18B ayat 1-2. Melalui artikel ini, dibahas secara
lebih mendalam dasar hukum otonomi daerah menurut pasal-pasal tersebut.1. Pasal 18 ayat 1
Pasal ini berbunyi: “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.” Dari pasal tersebut, kita dapatkan beberapa kalimat kunci, yaitu:Dalam menjalankan sistem pemerintahannya, pemerintah pusat membagi negara Indonesia menjadi beberapa daerah guna mempermudah jalannya pemerintahan di tiap daerah yang mempunyai karakteristik masing-masing. Pembagian Indonesia menjadi beberapa daerah sebetulnya telah dilakukan semenjak sistem pemerintahan orde lama berjalan di Indonesia. Namun pada saat itu, sistem pemerintahan masih terpusat atau segala sesuatunya diatur oleh pemerintah pusat termasuk segala sesuatu yang berkaitan dengan daerah dan tidak seperti sekarang ini, sebagai berikut:
- Disebutkan juga tiap-tiap
daerah mempunyai pemerintahannya masing-masing dan menjalannya sistem
pemerintahannya sesuai dengan kapasitasnya sebagai pemerintah suatu
daerah.
- Jalannya pemerintahan di
tiap daerah dimaksudkan agar pemerintah pusat lebih mudah untuk melakukan
kontrol terhadap daerah-daerah sehingga esensi dari pemerintahan yang berdaulat ke dalam dan keluar dapat
terwujud dengan baik.
- Tiap daerah juga mempunyai
struktur lembaga pemerintahan baik itu di tingkat kabupaten, kota, maupun
provinsi yang berbeda-beda antara daerah yang satu dengan yang lainnya.
- Masing-masing daerah
melaksanakan pemerintahannya sesuai dengan kekhasan daerahnya sehingga
terdapat kemajemukan di negara Indonesia.
daerah adalah Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Di dalam undang-undang tersebut, terdapat wewenang yang berhak dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menjalankan sistem pemerintahan guna menjaga kelangsungan daerahnya. Pelaksanaan sistem pemerintahan daerah yang mengacu pada undang-undang juga merupakan salah satu bentuk perwujudan fungsi pemerintah daerah dalam pembangunan bagi daerah dan negara Indonesia.
Baca juga:
- Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD
- Penyimpangan Terhadap Konstitusi
- Kewajiban Warga Negara
- Tujuan dan Fungsi Negara Indonesia
2. Pasal 18 ayat 2
“Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut dasar hukum otonomi daerah” merupakan bunyi dari pasal 18 ayat 2 UUD 1945. Dari isi yang tercantum dalam pasal tersebut, kita dapat menemukan berapa kalimat inti dari isi pasal ini. Kalimat inti yang dapat mewakili pasal ini diantaranya:- Mengurus sendiri urusan pemerintahan
- Dilakukan berdasarkan asas otonomi
- Dilakukan sebagai tugas pembantuan
Selain itu, adanya hak pemerintah daerah untuk mengurus sendiri urusan pemerintahan daerahnya membuat pemerintah daerah dapat mengembangkan potensi yang ada di daerahnya sehingga dapat meningkatkan daya saing di negara sendiri maupun negara lain terutama di era globalisasi ini. Urusan pemerintah daerah yang satu dengan yang lainnya tentu berbeda. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam menentukan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengurus sendiri urusan pemerintahan dirasa sudah tepat sehingga dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, terdapat warna kemajemukan antar daerah yang ada di Indonesia, sebagai berikut:
- Jalannya pemerintahan daerah harus didasarkan pada asas yang berlaku dalam hal otonomi daerah. Asas yang biasa dianut oleh pemerintah daerah dalam menjalankan tugas dan wewangnya didasarkan pada UU No. 32 Tahun 2004.
- Melalui asas ini, pelaksanaan sistem pemerintahan daerah dapat dilaksanakan sepenuhnya demi kepentingan masyarakat daerah yang dilandaskan pada arti penting dan fungsi Pancasila sebagai pandangna hidup bangsa Indonesia.
- Selain itu, pelaksanaan jalannya sistem pemerintahan daerah yang didasarkan pada asas otonomi merupakan salah satu bentuk penerapan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat yang ditinjau dari jalannya pemerintahan yang adil dan berdaulat bagi seluruh masyarakat daerahnya.
- Tugas pembantuan bisa diartikan sebagai kegiatan membantu pihak untuk menjalankan suatu kegiatan atau kebijakan yang ditetapkan oleh pihak tersebut. Dalam pemerintahan yang menerapkan otonomi daerah, tugas pembantuan merupakan tugas yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini adalah pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten atau kota guna membantu pemerintah provinsi dalam menjalankan kebijakannya.
3. Pasal 18 ayat 3
Isi dari pasal ini adalah “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.” Melalui isi pasal ini, kita dapat mengambil kalimat yang menjadi inti dari pasal 18 ayat 3 UUD 1945. Inti kalimat tersebut diantaranya:- Pemerintah daerah memiliki DPRD
- Anggota DPRD dipilih melalui pemilu
- Di era ciri-ciri demokrasi Pancasila sekarang ini, setiap pemimpin yang terdapat pada lingkup daerah maupun pusat dipilih oleh rakyat melalui sistem pemilihan umum begitu juga anggota DRPD.
- Sistem pemilu di Indonesia semenjak orde lama hingga orde reformasi sekarang ini telah mengalami perkembangan dan mengenal jenis-jenis pemilu di Indonesia yang masih berlangsung hingga saat ini. (baca juga: Sistem Pemilu di Indonesia)
- Ada pemilihan terhadap anggota DPRD dalam otonomi daerah merupakan salah satu bentuk perwujudan fungsi pemilu secara umum di dalam masyarakat daerah.
Pasal 18 ayat 4
Pasal ini berbunyi: “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.” Penjelasan dalam ayat ini dirasa cukup jelas, yaitu setiap pemimpin daerah dipilih secara demokratis. Pernyataan ini mempunyai makna bahwa setiap pemimpin daerah ditentukan oleh masyarakat daerah dan demi kepentingan daerah.Pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokratis dan didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi Pancasila agar penetapan setiap kepala daerah tepat sasaran dan tepat guna. Selain itu, pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara demokratis guna menghindari terjadinya penyimpangan seperti penyimpangan pada masa demokrasi terpimpin terhadap Pancasila di masa lalu, sebagai berikut:
- Sesuai dengan jalannya sistem politik demokrasi di Indonesia, bakal calon kepala atau pemimpin daerah diusung oleh partai politik yang memungkinkan adanya koalisi diantara dua partai politik atau lebih.
- Setelah itu, bakal calon kepala atau pemimpin daerah diperkenalkan pada masyarakat daerah agar masyarakat daerah mengetahui visi dan misi yang dimiliki oleh bakal calon.
- Dari sinilah, masyarakat terlibat langsung dalam pelaksanaan demokrasi untuk menentukan siapa yang menjadi pilihannya nanti ketika masa pemilu tiba.
Pasal 18 ayat 5
“Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat” merupakan isi dari pasal 18 ayat 7 UUD 1945. Dari isi dari pasal tersebut, terdapat dua inti yang menjadi pokok penjelasan dari pasal 18 ayat 5 UUD 1945 ini. Kedua kalimat tersebut adalah:- Menjalankan otonomi seluas-luasnya
- Pemisahan wewenang
- Dalam pasal 18 ayat 5 UUD 1945 juga disebutkan urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
- Hal ini berarti ada pembatasan kekuasaan dan kewenangan pemerintah daerah untuk menentukan dan menetapkan kebijakan yang berlaku di daerahnya.
- Isi pasal ini tentunya dibuat untuk menghindari terjadinya saling tumpeng tindih antara kepentingan pusat dan kepentingan daerah yang dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
- Dalam menjalankan wewenang dan kekuasaannya, pemerintah daerah diawasi oleh pemerintah pusat agar pelaksanaan keputusan dan kebijakannya tidak bertentangan
Pasal 18 ayat 6 dan 7
Bunyi dari pasal ini adalah “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.” Melalui isi dari pasal 18 ayat 6 UUD 1945, pemerintah daerah berhak untuk menentapkan peraturan daerah untuk diberlakukan di wilayah daerahnya. Peraturan daerah yang ditetapkan berkaitan dengan segala kebijakan yang mendukung adanya kemajemukan yang terdapat pada masyarakat daerah yang tidak ditemukan di daerah lain atau tidak dapat diatur oleh pemerintah pusat.- Peraturan-peraturan daerah yang selanjutnya disebut perda ditetapkan oleh pemerintah daerah untuk memperkuat fungsi pemerintah daerah dalam menjalakan otonomi daerah yang seluas-luasnya dan untuk kepentingan masyarakat daerahnya.
- Selain itu, melalui peraturan daerah yang ditetapkan, pemerintah daerah dapat lebih mudah untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya peraturan tersebut di lingkungan masyarakat daerahnya, termasuk di dalamnya adalah salah satu cara mencegah radikalisme dan terorisme yang dapat berkembang di dalam masyarakat. (baca juga: Cara Mencegah Radikalisme Dan Terorisme)
Pasal 18A ayat 1 dan ayat 2
Pasal ini berbunyi: “Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.” Dalam pasal 18A ayat 1 UUD 1956 mempunyai dua makna yang dapat kita pelajari bersama. Kedua makna tersebut adalah:- Pengaturan hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
- Perhatian terhadap karakteristik daerah
- Otonomi daerah memberikan perhatian secara khusus terhadap potensi yang dimiliki oleh suatu daerah. Potensi yang dimaksud di sini meliputi berbagai aspek dan bidang.
- Oleh karena itu dalam menentukan suatu kebijakan, pemerintah daerah wajib memperhatikan karatersitik yang dimiliki oleh daerahnya sehingga karakteristik daerah dapat dikembangkan dan diperkenalkan kepada masyarakat luas yang berada di luar daerah tersebut.
- Penetapan kebijakan yang didasarkan pada karakteristik daerah merupakan suatu langkah tepat yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai tindak lanjut adanya penyebab terciptanya masyarakat majemuk dan multikultural yang ada di Indonesia.
Pasal 18B ayat 1 dan ayat 2
- Provinsi Aceh (Daerah Istimewa Aceh)
- Provinsi Jakarta (Daerah Khusus Ibukota Jakarta)
- Provinsi Yogyakarya (Daerah Istimewa Yogyakarta)
Pasal 18B ayat 2
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang” adalah bunyi dari pasal ini. Secara jelas disebutkan bahwa adanya pengakuan yang dilakukan oleh negara terhadap kekhasan masyarakat daerah yang berkembang di daerah-daerah dalam negara Indonesia. Bentuk-bentuk kekhasan tersebut merupakan sesuatu yang patut dijamin dan dihormati hak-haknya melalui adanya upaya pemerintah dalam menegakkan HAM di Indonesia. Namun perlu dicatat, bahwa kekhasan yang berkembang di dalam daerah yang melaksanakan otonomi tidak bertentangan dengan dasar hukum dan prinsip-prinsip yang terdapat di negara Indonesia.
Itulah penjelasan singkat mengenai dasar hukum otonomi daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UUD 1945 khususnya pada pasal 18. Melalui otonomi daerah, diharapkan daerah masing-masing dapat berkembang dan menonjolkan karakteristik tiap daerah agar menjadikan Indonesia menjadi lebih berwarna di berbagai aspek dan bidang. Kiranya artikel ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
ASAS DAN SITEM HUKUM
1. PENGERTIAN ASAS-ASAS HUKUM
Menurut terminologi bahasa, yang
dimaksud dengan istilah asas ada dua pengertian. Arti asas yang pertama adalah
dasar, alas, pondamen. sedangkan menurut asas yang kedua adalah sesuatu
kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berfikir atau berpendapat.
Sedangkan menurut R.H. Soebroto
Brotodiredjo, asas adalah suatu sumber atau sebab yang menjadi pangkal tolak
sesuatu, hal yang inherent dalam segala sesuatu, yang menentukan hakikatnya.
Bellefroid mengatakan bahwa asas
hukum umum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang boleh
ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas
hukum umum merupakan pengendapan dari hukum positif.
Menurut Eikima Hommes Asas Hukum itu
tidak boleh menganggap sebagai norma-norma hukum yang konkrit, akan tetapi
perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk bagi hukum yang
berlaku.Pembentukan hukum praktis perlu berorientasi pada asas-asas hukum
tersebut.
Pendapat terakhir dari Sajipto
Raharjo. Ia mebgatakan bahwa, asas hukum adalah unsur yang penting dan pokok
dari peraturan hukum. Asas hukum adalah jantungnya peraturan hukum karena ia
merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum atau ia
adalah sebagai ratio legisnya peraturan hukum.
Dari beberapa pendapat tadi kita
dapat menyimpulkan, bahwa yang dinamakan asas hukum itu adalah dasar-dasar umum
yang terkandung dalam peraturan hukum, dasar-dasar umum tersebut merupakan
sesuatu yang mengandung nilai-nilai etis .
Asas Hukum atau Prinsip Hukum bukanlah
peraturan hukum konkrit, melainkan pikiran dasar yang umum sifatnya. Atau,
merupakan latar belakang yang mendasari peraturan yang konkrit, yang terdapat
di dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan
perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat
diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut.
Apabila kita membicarakan tentang
asas hukum, maka pada saat itu kita membicarakan unsur yang penting dan pokok
dari peraturan hukum. Barangkali tidak berlebihan apabila dikatakan, bahwa asas
hukum ini merupakan jantungnya peraturan hukum. Ini berarti bahwa
peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut.
Kecuali disebut landasan, asas hukum ini layak disebut sebagai alasan bagi
lahirnya peraturan hukum, atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum. Asas
hukum ini tidak akan habis kekuatanya dengan melahirkansuatu peraturan hukum,
melainkan akakn tetap saja ada dan akan melahirkan peraturan-peraturan
selanjutnya .
Karena asas hukum mengandung
tuntutan etis, maka asas hukum merupakan jembatan antara peraturan-peraturan
hukum dengan cita-cita social dan pandngan etis masyarakatnya. Dengan singkat
dapat dikatakan, bahwa melalui asas hukum ini, peraturan-peraturan hukum
berubah sifatnya menjadi bagian dari suatu tatanan etis. Bagaimana orang sampai
kepada asas-asas hukum itu dapat digambarkan urutannya.
Pengertian-pengertian yang telah di
temukan itu masih bisa ditarik pada peringkat yang lebih tinggi dan dengan
demikian secara terus menerus, sampai kita tiba pada suatu titik yang keadaanya
berbeda dari pengertian-pengertia sebelumnya. Kita sampai pada suatu penemuan
yang bersifat serta merta, artinya ia tidak bisa di jelaskan oleh pengertian
yang lebih tinggi lagi. salah satu contohnya adalah : “Di mana ada
kesalahan, disitu ada pengantian kerugian”, inilah yang disebut asas hukum
itu. Pengertian hukum atau konsep hukum, standar hukum dan asas hukum merupakan
unsur-unsur dari peraturan hukum ini bisa diberi arti sebagai norma yang
memberikan suatu konsekuensi yang jelas sebagai kelanjutan dilakukanya suatu
perbuatan.
2. BEBERAPA ASAS-ASAS HUKUM
Sebagai ilustrasi bahwa asas hukum
merupakan jiwa dari peraturan hukum dapat dikemukakan contoh sebagai berikut:
ketika seseorang melakukan perbuatan
dursila yang merugikan orang lain, ia harus menganti kerugian itu(asas hukum).
Sedangkan norma hukumnya, adalah Pasal 1365 KUH Perdata.
Dalam mempelajari ilmu hukum maupun
dalam kehidupan sehari-hari, sering mendengar istilah-istilah yang apabila
diteliti ternyata masukkedalam kriteria asas hukum. Contoh penyusun kemukakan
beberapa asas hukum secara alphabetis, diantaranya:
a. Audi et alteram
atau Audiatur et altera pars, adalah bahwa para pihak harus didengar. Contohnya
apabila persidangan sudah dimulai, maka hakim harus mendengar dari kedua belah
pihak yang bersengketa, bukan hanya dari satu pihak saja.
b. Bis de eadem re
ne sit actio atau Ne bis in idem, mengenai perkara yang sama dan sejenis tidak
boleh disidangkan untuk yang kedua kalinya. Contohnya lihat pada pasal 76 KUH
Pidana.
c. Clausula rebus
sic stantibus, atau suatu syarat dalam hukum internasional bahwa suatu
perjanjian antar negara masih tetap berlaku, apabila situasi dan kondisinya
tetap sama.
Asas hukum dengan norma hukum ada
beberapa perbedaan diantarnya:
a. Asas merupakan
suatu konsep, sedangkan norma merupakan penjabaran dari konsep tersebut.
b. Asas hukkum
tidak mempunyai sanksi, sedangkan norma mempunyai sanksi yang jelas.
3 SISTEM HUKUM
Istilah sistem berasal dari
perkataan systema dalam bahasa latin yunani, artinya keseluruhan yang terdiri
bermacam-macam bagian. Secara umum sistem didefinisikan sekumpulam
elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu didalam
lingkungan yang kompleks .
Menurut Prof. Dr. Sunaryati hartono,
S. H. (1991:56) mengatakan bahwa sistem adalah sesuatu yang terdiri dari
sejumlah unsure yang terdiri dari sejumlah unsure atau komponen yang selalu
pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas.
Agar supaya berbagai unsur itu merupakan kesatuan yang terpadu maka di butuhkan
organisasi. Sistem hukum adalah suatu susunan atau tatanan yang diatur, suatu
keseluruhan yng terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain,
tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran, untuk
mencapai suatu tujuan tertentu .
Menurut Sudikno Mertukusumo sistem
hukum merupakan tatanan atau kesatuan yang utuh yang tediri dari bagian-bagian
atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain yaitu kaidah atau
pernyataan tentang apa yang seharusnya, sehingga sistem hukum merupakan sistem
normatif. Dengan kata kata lain sistem hukum adalah suatu kumpulan unsur-unsur
yang ada dalam interaksi satu sama lain yang merupakan satu kesatuan yang
terorganisasi dan kerjasama ke arah tujuan kesatuan.
Dapat disimpulkan Sistem hukum
adalah kesatuan utuh dari tatanan-tatanan yang terdiri dari bagian-bagian atau
unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan berkaitan secara erat.
Untuk mencapai suatu tujuan kesatuan tersebut perlu kerja sama antara
bagian-bagian atau unsur-unsur tersebut menurut rencana dan pola tertentu.
Dalam sistem hukum yang baik tidak boleh terjadi pertentangan-pertentangan atau
tumpang tindih di antara bagian-bagian yang ada. Jika pertentangan atau
kontradiksi tersebut terjadi, sistem itu sendiri yang menyelesaikan hingga
tidak berlarut.
Struktur hukum merupakan
lembaga-lembaga hukum yang saling berkaitan dan berproses dalam hubungan timbal
balik. Lembaga hukum itu antara lain, kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
kepengacaraan, lembaga pemasyarakatan.
4. MACAM-MACAM
SISTEM HUKUM
Pada dasarnya sistem hukum di dunia
ada dua kelompok besar yaitu sistem hukum Continental, dan sistem hukum Anglo
Saxon. Selain kedua sistem itu terdapat pula sistem hukum islam, sistem hukum social
dan sebagainya. Adapun sistem hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Sistem
Hukum Eropa Kontinental
• Berkembang di negara-negara Eropa
(istilah lain Civil Law = hukum Romawi).
• Dikatakan hukum Romawi karena
sistem hukum ini berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran
Romawi pada masa Pemerintahan Kaisar Yustinianus abad 5 (527-565 M).
• Kodifikasi hukum itu merupakan
kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Yustinianus yang
disebut Corpus Juris Civilis (hukum yg terkodifikasi)
• Corpus Juris Civilis dijadikan
prinsip dasar dalam perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa
daratan seperti Jerman, Belanda, Prancis, Italia, Amerika Latin, Asia (termasuk
Indonesia pada masa penjajahan Belanda).
• Artinya adalah menurut sistem ini
setiap hukum harus dikodifikasikan sebagai daar berlakunya hukum dalam suatu
negara.
Prinsip utama atau prinsip dasar :
• Prinsip utama atau prinsip dasar
sistem hukum Eropa Kontinental ialah bahwa hukum itu memperoleh kekuasaan
mengikat karena berupa peraturan yang berbentuk undang-undang yang tersusun
secara sistematis dalam kodifikasi.
• Kepastian hukumlah yang menjadi
tujuan hukum. Kepastian hukum dapat terwujud apabila segala tingkah laku
manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan tertulis, misalnya UU.
`• Dalam sistem hukum ini, terkenal
suatu adagium yang berbunyi ”tidak ada hukum selain undang-undang”.
• Dengan kata lain hukum selalu
diidentifikasikan dengan undang-undang (hukum adalah undang-undang).
`
Peran Hakim :
• Hakim dalam hal ini tidak bebas
dalam menciptakan hukum baru, karena hakim hanya berperan menetapkan dan
menafsirkan peraturan-peraturan yang ada berdasarkan wewenang yang ada padanya.
Putusan Hakim :
• Putusan hakim tidak mengikat umum
tetapi hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins res ajudicata)
sbgmana yurisprudensi sebagai sistem hukum Anglo Saxon (Mazhab / Aliran Freie
Rechtsbegung)
Sumber Hukum :
Sumber hukum sistem ini adalah :
1) Undang-undang dibentuk oleh
legislatif (Statutes).
2) Peraturan-peraturan hukum’
(Regulation = administrasi negara= PP, dll), dan
3) Kebiasaan-kebiasaan (custom) yang
hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan
dengan undang-undang.
Penggolongannya :
Berdasarkan sumber hukum diatas maka
sistem hukum Eropa Kontinental penggolongannya ada dua yaitu :
1) Bidang hukum publik dan
2) Bidang hukum privat.
Ad. 1) :
Hukum publik mencakup
peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa/negara
serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara.
Termasuk dalam hukum publik ini
ialah :
1) Hukum Tata Negara
2) Hukum Administrasi Negara
3) Hukum Pidana
Ada. 2) :
Hukum privat mencakup
peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara
individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Yang termasuk
dalam hukum privat adalah :
1) Hukum Sipil, dan
2) Hukum Dagang
Sejalan dengan perkembangan
peradaban manusia sekarang, batas-batas yang jelas antara hukum publik dan hukum
privat itu semakin sulit ditentukan. Hal itu disebabkan faktor-faktor berikut :
1) Terjadinya sosialisasi di dalam
hukum sebagai akibat dari makin banyaknya bidang-bidang kehidupan masyarakat.
Hal itu pada dasarnya memperlihatkan adanya unsur ”kepentingan umum/masyarakat”
yang perlu dilindungi dan dijamin, misalnya saja bidang hukum perburuhan dan
hukum agraria.
2) Makin banyaknya ikut campur
negara di dalam bidang kehidupan yang sebelumnya hanya menyangkut hubungan
perorangan, misalnya saja bidang perdagangan, bidang perjanjian dan sebagainya.
2. Sistem Hukum Anglo Saxon
• Mula-mula berkembang di negara
Inggris, dan dikenal dgn istilah Common Law atau Unwriten Law (hukum tidak
tertulis).
• Sistem hukum ini dianut di
negara-negara anggota persemakmuran Inggris, Amerika Utara,Kanada, Amerika
Serikat.
Sumber Hukum :
1) Putusan–putusan hakim/putusan
pengadilan atau yurisprudensi (judicial decisions). Putusan-putusan hakim
mewujudkan kepastian hukum, maka melalui putusan-putusan hakim itu prinsip-prinsip
dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan mengikat umum.
2) Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan
hukum tertulis yang berupa undang-undang dan peraturan administrasi negara
diakui juga, kerena pada dasarnya terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis
tersebut bersumber dari putusan pengadilan.
Putusan pengadilan, kebiasaan dan
peraturan hukum tertulis tersebut tidak tersusun secara sistematis dalam
kodifikasi sebagaimana pada sistem hukum Eropa Kontinental.
Peran Hakim :
• Hakim berfungsi tidak hanya
sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan
hukum saja. Hakim juga berperan besar dalam menciptakan kaidah-kaidah hukum
yang mengatur tata kehidupan masyarakat.
• Hakim mempunyai wewenang yang luas
untuk menafsirkan peraturan-peraturan hukum dan menciptakan prinsip-prinsip
hukum baru yang berguna sebagai pegangan bagi hakim –hakim lain dalam
memutuskan perkara sejenis.
• Oleh karena itu, hakim terikat
pada prinsip hukum dalam putusan pengadilan yang sudah ada dari perkara-perkara
sejenis (asas doctrine of precedent).
• Namun, bila dalam putusan
pengadilan terdahulu tidak ditemukan prinsip hukum yang dicari, hakim
berdasarkan prinsip kebenaran dan akal sehat dapat memutuskan perkara dengan
menggunakan metode penafsiran hukum. Sistem hukum Anglo-Amerika sering disebut
juga dengan istilah Case Law.
Penggolongannya :
• Dalam perkembangannya, sistem
hukum Anglo Amerika itu mengenal pula pembagian ”hukum publik dan hukum
privat”.
• Pengertian yang diberikan kepada
hukum publik hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum
eropa kontinental.
• Sementara bagi hukum privat
pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Anglo Amerika (Saxon) agak berbeda
dengan pengertian yang diberikan oleh sistem Eropa kontinental.
• Dalam sistem hukum Eropa
kontonental ”hukum privat lebih dimaksudkan sebagai kaidah-kaidah hukum perdata
dan hukum dagang yang dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu”.
• Berbeda dengan itu bagi sistem
hukum Anglo Amerika pengertian ”hukum privat lebih ditujukan kepada
kaidah-kaidah hukum tentang hak milik (law of property), hukum tentang orang
(law of persons, hukum perjanjian (law of contract) dan hukum tentang perbuatan
melawan hukum (law of tort).
• Seluruhnya tersebar di dalam
peraturan-peraturan tertulis, putusan-putusan hakim dan kebiasaan.
Perbedaan yang mendasar antara
sistem hukum kontinental dengan sistem hukum Anglo Saxon adalah, pada sistem
hukum yang dasarnya yurisprudensi sangat penting sebagai sumber hukum.
Sedangkan pada sistem hukum continental dasarnya peraturen perundangan sangat
penting sebagai sumber hukum. Dalam sistem hukum Continental ada pemeo,”hakim
adalah mulut undang-undang”, dalam sistem Anlo Saxon,”hakim adalah mulut
precedent yang mewajibkan hakim dalam perkara-perkara yang identik untuk
mengikuti putusan yang terdahulu.”
Di Indonesia ada empat sistem hukum
yang berlaku, yaitu sistem hukum adat, sistem hukum agama, sistem hukum
Barat(sistem hukum kolonial), dan sistem hukum nasioanal. Hukum adat adalah
hukum tidak tertulis yang terwujud melalui putusan penguasa adat, sistem hukum
adat lebih mirip dekat pada sistem Anglo Saxon. Sedangkan sistem hukum barat di
bawa oleh pnjajah Belanda. Sitem hukum kontinental adalah sistem hukum barat
karena belnda termasuk ke dalam lingkungan sistem hukum kontinantal.
7 Pengertian Kewarganegaraan Menurut Para Ahli
Ada kesamaan pengertian antara
kewarganegaraan dan kebangsaan (nationality), perbedaan diantara
keduanya terletak dalam hal keikutsertaan seseorang tersebut dalam hal
berpolitik. Sebab sangat dimungkinkan untuk seseorang memiliki kebangsaan
tertentu tanpa harus menjadi warga negara di negara tersebut, dan juga
sebaliknya memiliki hak untuk ikutserta dalam berpolitik tanpa harus menjadi
seorang warga negara di negara tersebut. (baca juga: Hubungan Dasar Negara dengan
Konstitusi Negara)
Kewarganegaraan
Keikutsertaan seseorang menjadi satu anggota dalam
sebuah kendali lingkup politik tertentu, dalam hal ini negara merupakan
definisi dari kewarganegaraan. Dan di dalam UU No.62 Tahun 1958 tentang
kewarganegaraan dijabarkan, bahwa kewarganegaraan ialah segala bentuk hubungan
seseorang dengan suatu negara yang yang dengannya menimbulkan adannya sebuah
hak dan kewajiban terhadap negara tersebut berkaitan dengan status
kewarganegaraan yang dimiliki. (Baca juga: Hubungan Negara dengan Warga
Negara)
Pengertian Kewarganegaraan dapat dibedakan menurut
pemahamannya, diantaranya sebagai berikut:
- Kewarganegaraan secara hukum (yuridis)
Kewarganegaraan dalam hak hukum (Yuridis), memiliki
pengertian sebagai tanda adanya sebuah hubungan atau ikatan secara yuridis
antara seorang warga negara dengan negara terkait status seseorang tersebut
sebagi warga negara. Yang dengan adanya hubungan tersebut memiliki maka seorang
warga negara memiliki kewajiban untuk tunduk dan patuh terhadap hukum,
undang-undang maupun peraturan yang berlaku di negara tersebut terkait status
seseorang tersebut sebagai warga negara. Dengan adanya sebuah kartu tanda
penduduk, surat pernyataan atau bukti kewarganegaraan seseorang, merupakan
tanda dari ikatan hukum tersebut. (Baca juga: Hak dan Kewajiban Warga Negara
Indonesia)
- Kewarganegaraan secara sosiologis
Hak secara sosiologis, kewarganegaraan memiliki
definisi berbeda dengan ikatan atau hubungan secara hukum. Ikatan tersebut
memiliki makna lebih mendalam dalam pengertian ikatan secara sosial, yang
didapat karena timbulnya satu ikatan atau hubungan darah, setanah air, senasib
sepenanggungan dan juga ikatan budaya dan sejarah yang sama. Dalam arti kata
memiliki ikatan secara lahir dan batin dalam hubungannya sebagai warga negara.
(Baca juga: Fungsi Kebudayaan bagi
Masyarakat dan Contohnya)
Dengan kata lain dalam artian kewarganegaraan
secara sosiologis seseorang tersebut dapat disebut sebagai warga negara karena
melihat dari tingkah laku, penghayatan hidup serta ikatan emosional seseorang
tersebut pada negara. Akan tetapi menurut hukum seseorang tersebut tidak
memiliki bukti secara sah menurut hukum yang berlaku sebagai seorang warga
negara. (baca juga: Membangun karakter bangsa)
- Kewarganegaraan secara formal
Kewarganegaraan dalam arti secara formal,
secara teori hukum merujuk pada tempat kewarganegaraan. Segala hal mengenai
kewarganegaraan maupun warga negara berada pada konteks hukum publik, sebab
segala ketentuan-ketentuan mengenai hal tersebut bersifat publik(umum). ( baca
juga: 8 Peran Lembaga Pengendalian
Sosial di Masyarakat)
- Kewarganegaraan secara materiil
Kewarganegaraan dalam arti secara materiil, merujuk
pada akibat yang ditimbulkan karena status kewarganegaraan seseorang tersebut
dalam hal hukum yang dengannya timbul hak maupun kewajiban dalam konteks bagian
dari suatu negara tersebut. Dengan seseorang memiliki status kewarganegaraan,
bersamaan dengan hal tersebut maka timbul sebuah ikatan hukum yang
mewajibkannya patuh serta tunduk dalam hukum di negara terkait, dan seseorang
tersebut tidak memiliki keterikatan maupun berada dibawah kuasa atau kendali
negara lain secara yuridis. Dengan begitu negara menjamin warga negara dibawah
kekuasaan hukumnya. (baca juga Hak dan Kewajiban Warga Negara
dalam UUD 1945 – Cara Menanamkan Kesadaran
Hukum Pada Warga Masyarakat)
Menurut Para Ahli
Kewarganegaraan merupakan bagian dari suatu konsep
kewargaan (citizen). Yang di dalamnya terdiri dari bagian-bagian dalam
sebuah wilayah, sebagaimana warga sebuah kota atau kabupaten dinamakan sebagai
warga kota atau warga kabupaten karena didalamnya merupakaan satu kesatuan
politik dalam satu otonomi daerah tertentu.
Sebab dalam konsep kewargaaan ini setiap wilayah
dari satuan politik tersebut memberikan hak dan kewajiban yang berbeda pada
warganya antara satu wilayah dengan yang lainnya. (Baca juga: Tugas dan fungsi DPRD)
Ada beberapa pengertian kewarganegaraan, seperti
berikut diantaranya beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang
kewarganegaraan.
- Menurut Ko Swaw Sik, kewarganegaraan ialah ikatan hukum diantara negara beserta seseorang yang disebut warga negara. Ikatan atau hubungan tersebut menjadi suatu “kontrak politik”, yang mana sebuah negara tersebut memiliki hukum tata negara dan kedaulatan yang diakui masyarakat dunia. kewarganegaraan disini merupakan bagian dalam konsep kewargaan (citizenship). (baca juga: 7 Ciri-Ciri Masyarakat Madani dan Pengertiannya)
- Menurut Graham Murdock (1994), kewarganegaraan merupakan suatu hak agar dapat ikutserta maupun berpartisipasi secara utuh didalam berbagai pola stuktur sosial, politik dan juga kehidupan kultural agar dapat menciptakan seseuatu hal yang baru selanjutnya karena dengan begitu akan membentuk ide-ide yang besar. Baca juga: fungsi negara secara umum)
3.
·
Menurut Soemantri, kewarganegaraan ialah sesuatu yang memiliki
keterkaitan atau hhubungan antara manusia sebagai individu didalam suatu
perkumpulan yang tertata dan terorganisir dalam hubungannya dengan negara. (baca
juga: Manfaat toleransi di dalam kehidupan)
4.
·
Menurut Stanley E Ptnord dan Etner F peliger, Kewarganegaraan merupakan
sbuah ilmu atau studi mengenai tugas dan kewajiban pemerintahan serta hak dan
kewajiban seorang warga negara. (baca juga: Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Pelestarian Lingkungan)
5.
·
Menurut mr. Wiyanto Dwijo Hardjono, S.Pd, Kewarganegaraan ialah
keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu ( secara khusus negara)
yang dengannya membawa hak untuk dapat berprestasi dalam suatu kegiatan politik
di negara tersebut. (baca juga: Fungsi Lembaga
Politik di Indonesia)
6.
·
Menurut Wolhoff,Kewarganegaraan ialah keanggotaan suatu bangsa tertentu,
yakni sejumlah manusia yng teerikat dengan yang lainnya dkarenakan suatu sebab
yaitu kesamaan bahasa, kehidupan dalam sosial dan berbudaya serta kesadaran
nasionalnya. Maka dari itu kewarganegaraan memiliki suatu kesamaan dengan hal
kebangsaan, perbedaannya terletak pada hak-hak yang dimiliki seseorang tersebut
untuk berperan aktif dalm hal perpolitikan di dalam negara tersebut. (baca
juga: Peran konstitusi dalam negara demokrasi)
7.
·
Menurut Daryono, kewarganegaraan merupakan pokok-pokok yang mencakup isi
tentang hak dan kewajiban warga negara. Sebab kewargangaraan menrupakan
keanggotaang seseorang didalam satuan politik tertentu (dalam hal ini negara)
yang berkenaan dengan hal tersebut maka timbulah suatu hak untuk berpartisipasi
di dalam kehidupan politik di negara tersebut. Dan seseorang tersebut dinamakan
warga negara.
No comments:
Post a Comment