Tuesday, October 23, 2018

Otonomi Daerah

Pengertian Otonomi
Pengertian Otonomi Daerah, Tujuan, Prinsip, Asas & Definisi Para Ahli| Secara umum, Pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus diri sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Istilah otonomi daerah bukan hal yang baru bagi bangsa dan negara RI sebab sejak Indonesia merdeka sudah dikenal dengan Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID), yaitu lembaga yang menjalankan pemerintahan daerah dan melaksanakan tugas mengatur rumah tangga daerahnya. 
1. Pengertian Otonomi Daerah Secara Etimologi - Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani yang berarti auto, dan nomous. Auto berarti sendiri, dan nomous berarti hukum atau peraturan. jadi, pengertian otonomi daerah adalah aturan yang mengatur daerahnya sendiri. 
2. Pengertian Otonomi Daerah Menurut Definisi Para Ahli - Ada beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian otonomi daerah. Macam-macam pendapat para ahli tersebut adalah sebagai berikut... 
  • Menurut UU No. 32 Tahun 2004 : Pengertian otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
  • Menurut Kamus Hukum dan Glosarium Otonomi Daerah : Pengertian otonomi daerah menurut kamus hukum dan glosarium otonomi daerah adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 
  • Menurut Encyclopedia of Social Scince : Pengertian otonomi daerah menurut Encyclopedia of social scince adalah hak sebuah organisasi sosial untuk mencukupi diri sendiri dan kebebasan aktualnya. 
  • Menurut Pendapat Para Ahli : Pengertian otonomi daerah menurut pendapat para ahli adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan NKRI. 
  • Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia : Pengertian otonomi daerah menurut kamus besar bahasa indonesia adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
3. Hakikat Otonomi Daerah - Berdasarkan pengertian-pengertian otonomi daerah tersebut dapat disimpulkan bahwa hakikat otonomi daerah adalah sebagai berikut...
  • Daerah memiliki hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga pemerintahan sendiri, baik, jumlah, macam, maupun bentuk pelayanan masyarakat yang sesuai kebutuhan daerah masing-masing. 
  • Daerah memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, baik kewenangan mengatur maupun mengurus rumah tangga pemerintahan sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
4. Tujuan Otonomi Daerah - Maksud dan tujuan otonomi daerah adalah sebagai berikut...
  • agar tidak terjadi pemusatan dalam kekuasaan pemerintahan pada tingkat pusat sehingga jalannya pemerintahan dan pembangunan berjalan lancar
  • agar pemerintah tidak hanya dijalankan oleh pemerintah pusat, tetapi daerah pun dapat diberi hak untuk mengurus sendiri kebutuhannya
  • agar kepentingan umum suatu daerah dapat diurus lebih baik dengan memperhatikan sifat dan keadaan daerah yang mempunya kekhususan sendiri. 
5. Prinsip Otonomi Daerah - Prinsip ototnomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, prinsip otonomi yang nyata, dan berprinsip otonomi yang bertanggung jawab. Jadi, kewenangan otonomi yang diberikan terhadap daerah adalah kewenangan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab. Berikut prinsip-prinsip otonomi daerah...
  • Prinsip otonomi seluas-luasnya, artinya daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan terhadap bidang politik luar negeri, keamanan, moneter, agamar, peradilan, dan keamanan. serta fiskal nasional. 
  • Prinsip otonomi nyata, artinya daerah diberikan kewenangan untuk menangani urusan pemerintahan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. 
  • Prinsip otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
6. Asas Otonomi Daerah - Pedoman pemerintahan diatur dalam Pasal 20 UU No. 32 Tahun 2004. Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas umum penyelenggaraan negara yang terdiri atas sebagai berikut..
  • Asas kepastian hukum adalah asas yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara. 
  • Asas tertip penyelenggara adalah asas menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara. 
  • Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif. 
  • Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informas yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggara negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara. 
  • Asas proporsinalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban 
  • Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keadilan yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
  • Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
  • Asas efisiensi dan efektifitas adalah asas yang menjamin terselenggaranya kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya tersedia secara optimal dan bertanggung jawab (efisiensi = ketepatgunaan, kedaygunaan, efektivitas = berhasil guna). 
Adapun penyelenggaraan otonomi daerah menggunakan tiga asas antara lain sebagai berikut...
  • Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka  NKRI 
  • Asas dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat daerah
  • Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa, dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana, dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan. 
Demikianlah informasi mengenai Pengertian Otonomi Daerah. Semoga teman-teman dapat menerima dan bermanfaat bagi kita semua baik itu pengertian otonomi daerah, pengertian otonomi daerah secara etimologi, pengertian otonomi daerah pendapat para ahli, hakikat otonomi daerah, maksud dan tujuan otonomi daerah, prinsip-prinsip otonomi daerah, asas-asas otonomi daerah. Sekian dan terima kasih. "Salam Berbagi Teman-Teman".








Dasar Hukum Otonomi Daerah dalam UUD 1945

Otonomi daerah di Indonesia merupakan suatu kebijakan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menjalankan sistem pemerintahannya sendiri sesuai dengan kekhasan yang dimiliki oleh daerahnya. Melalui otonomi daerah, diharapkan potensi-potensi yang ada di daerah dapat dikembangkan sehingga menjadi suatu kebanggaan yang dapat memperkuat stabilitas nasional. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tidak terlepas dari tujuan yang dimilikinya. Tujuan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia menjadikan pelaksanaan otonomi daerah tepat guna bagi masyarakat daerahnya. Dalam melaksanakan otonomi daerah di Indonesia, terdapat dasar hukum yang bersumber pada UUD 1945 khususnya pasal 18 ayat 1-7, pasal 18A ayat 1-2, dan pasal 18B ayat 1-2. Melalui artikel ini, dibahas secara lebih mendalam dasar hukum otonomi daerah menurut pasal-pasal tersebut.

1. Pasal 18 ayat 1

Pasal ini berbunyi: “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.” Dari pasal tersebut, kita dapatkan beberapa kalimat kunci, yaitu:
  • NKRI dibagi-bagi menjadi beberapa daerah
  • Tiap daerah mempunyai pemerintahan
  • Pemerintahan daerah diatur dengan undang-undang
Dalam menjalankan sistem pemerintahannya, pemerintah pusat membagi negara Indonesia menjadi beberapa daerah guna mempermudah jalannya pemerintahan di tiap daerah yang mempunyai karakteristik masing-masing. Pembagian Indonesia menjadi beberapa daerah sebetulnya telah dilakukan semenjak sistem pemerintahan orde lama berjalan di Indonesia. Namun pada saat itu, sistem pemerintahan masih terpusat atau segala sesuatunya diatur oleh pemerintah pusat termasuk segala sesuatu yang berkaitan dengan daerah dan tidak seperti sekarang ini, sebagai berikut:
  • Disebutkan juga tiap-tiap daerah mempunyai pemerintahannya masing-masing dan menjalannya sistem pemerintahannya sesuai dengan kapasitasnya sebagai pemerintah suatu daerah.
  • Jalannya pemerintahan di tiap daerah dimaksudkan agar pemerintah pusat lebih mudah untuk melakukan kontrol terhadap daerah-daerah sehingga esensi dari pemerintahan yang berdaulat ke dalam dan keluar dapat terwujud dengan baik.
  • Tiap daerah juga mempunyai struktur lembaga pemerintahan baik itu di tingkat kabupaten, kota, maupun provinsi yang berbeda-beda antara daerah yang satu dengan yang lainnya.
  • Masing-masing daerah melaksanakan pemerintahannya sesuai dengan kekhasan daerahnya sehingga terdapat kemajemukan di negara Indonesia.
Ketika pemerintah daerah melaksanakan tugas dan wewenangnya, sistem pemerintahan daerah harus mengacu kepada peraturan atau undang-undang yang berlaku dan mengatur jalannya pemerintahan daerah di Indonesia. Jika pelaksanaan pemerintahan daerah mengacu pada peraturan atau undang-undang, maka jalannya pemerintahan daerah tentunya didasarkan pada asas-asas pemerintahan daerah. Salah satu undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah adalah Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Di dalam undang-undang tersebut, terdapat wewenang yang berhak dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menjalankan sistem pemerintahan guna menjaga kelangsungan daerahnya. Pelaksanaan sistem pemerintahan daerah yang mengacu pada undang-undang juga merupakan salah satu bentuk perwujudan fungsi pemerintah daerah dalam pembangunan bagi daerah dan negara Indonesia.

Pasal 18 ayat 2

“Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut dasar hukum otonomi daerah” merupakan bunyi dari pasal 18 ayat 2 UUD 1945. Dari isi yang tercantum dalam pasal tersebut, kita dapat menemukan berapa kalimat inti dari isi pasal ini. Kalimat inti yang dapat mewakili pasal ini diantaranya:
  • Mengurus sendiri urusan pemerintahan
  • Dilakukan berdasarkan asas otonomi
  • Dilakukan sebagai tugas pembantuan
Berdasarkan fakta sejarah, Indonesia pernah memberlakukan beberapa konstitusi guna mendukung jalannya sistem pemerintahan dari era orde lama sampai dengan sekarang ini. Melalui konstitusi yang berlaku sekarang, pemerintah pusat memberikan wewenang kepada pemerintah daerah unutk mengurus sendiri urusan pemerintahan. Hal ini berarti segala kebijakan daerah yang meliputi banyak aspek dan bidang ditentukan dan dilakukan oleh pemerintah daerah dengan pengawasan dari pemerintah pusat.
Selain itu, adanya hak pemerintah daerah untuk mengurus sendiri urusan pemerintahan daerahnya membuat pemerintah daerah dapat mengembangkan potensi yang ada di daerahnya sehingga dapat meningkatkan daya saing di negara sendiri maupun negara lain terutama di era globalisasi ini. Urusan pemerintah daerah yang satu dengan yang lainnya tentu berbeda. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam menentukan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengurus sendiri urusan pemerintahan dirasa sudah tepat sehingga dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, terdapat warna kemajemukan antar daerah yang ada di Indonesia, sebagai berikut:
  • Jalannya pemerintahan daerah harus didasarkan pada asas yang berlaku dalam hal otonomi daerah. Asas yang biasa dianut oleh pemerintah daerah dalam menjalankan tugas dan wewangnya didasarkan pada UU No. 32 Tahun 2004.
  • Melalui asas ini, pelaksanaan sistem pemerintahan daerah dapat dilaksanakan sepenuhnya demi kepentingan masyarakat daerah yang dilandaskan pada arti penting dan fungsi Pancasila sebagai pandangna hidup bangsa Indonesia.
  • Selain itu, pelaksanaan jalannya sistem pemerintahan daerah yang didasarkan pada asas otonomi merupakan salah satu bentuk penerapan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat yang ditinjau dari jalannya pemerintahan yang adil dan berdaulat bagi seluruh masyarakat daerahnya.
  • Tugas pembantuan bisa diartikan sebagai kegiatan membantu pihak untuk menjalankan suatu kegiatan atau kebijakan yang ditetapkan oleh pihak tersebut. Dalam pemerintahan yang menerapkan otonomi daerah, tugas pembantuan merupakan tugas yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini adalah pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten atau kota guna membantu pemerintah provinsi dalam menjalankan kebijakannya.
Tugas pembantuan berkaitan dengan aspek teknis yang hanya dapat dimengerti oleh pemerintah daerah karena aspek teknis ini biasanya berkaitan dengan karakteristik suatu daerah. Dalam menjalankan tugas pembantuan, pemerintah kabupaten atau kota melakukan komunikasi dengan pemerintah provinsi agar tidak terjadi miss communication yang dapat menyebabkan konflik baik itu konflik sosial dalam masyarakat atau lainnya diantara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten atau kota yang dapat melebar ke lapisan masyarakat. (baca juga: Faktor Penyebab Konflik Sosial)
Guru Ppkn

 

 

 

 

 

 

8 Dasar Hukum Otonomi Daerah dalam UUD 1945

Otonomi daerah di Indonesia merupakan suatu kebijakan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menjalankan sistem pemerintahannya sendiri sesuai dengan kekhasan yang dimiliki oleh daerahnya. Melalui otonomi daerah, diharapkan potensi-potensi yang ada di daerah dapat dikembangkan sehingga menjadi suatu kebanggaan yang dapat memperkuat stabilitas nasional. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tidak terlepas dari tujuan yang dimilikinya. Tujuan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia menjadikan pelaksanaan otonomi daerah tepat guna bagi masyarakat daerahnya. Dalam melaksanakan otonomi daerah di Indonesia, terdapat dasar hukum yang bersumber pada UUD 1945 khususnya pasal 18 ayat 1-7, pasal 18A ayat 1-2, dan pasal 18B ayat 1-2. Melalui artikel ini, dibahas secara lebih mendalam dasar hukum otonomi daerah menurut pasal-pasal tersebut.

1. Pasal 18 ayat 1

Pasal ini berbunyi: “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.” Dari pasal tersebut, kita dapatkan beberapa kalimat kunci, yaitu:
Dalam menjalankan sistem pemerintahannya, pemerintah pusat membagi negara Indonesia menjadi beberapa daerah guna mempermudah jalannya pemerintahan di tiap daerah yang mempunyai karakteristik masing-masing. Pembagian Indonesia menjadi beberapa daerah sebetulnya telah dilakukan semenjak sistem pemerintahan orde lama berjalan di Indonesia. Namun pada saat itu, sistem pemerintahan masih terpusat atau segala sesuatunya diatur oleh pemerintah pusat termasuk segala sesuatu yang berkaitan dengan daerah dan tidak seperti sekarang ini, sebagai berikut:
  • Disebutkan juga tiap-tiap daerah mempunyai pemerintahannya masing-masing dan menjalannya sistem pemerintahannya sesuai dengan kapasitasnya sebagai pemerintah suatu daerah.
  • Jalannya pemerintahan di tiap daerah dimaksudkan agar pemerintah pusat lebih mudah untuk melakukan kontrol terhadap daerah-daerah sehingga esensi dari pemerintahan yang berdaulat ke dalam dan keluar dapat terwujud dengan baik.
  • Tiap daerah juga mempunyai struktur lembaga pemerintahan baik itu di tingkat kabupaten, kota, maupun provinsi yang berbeda-beda antara daerah yang satu dengan yang lainnya.
  • Masing-masing daerah melaksanakan pemerintahannya sesuai dengan kekhasan daerahnya sehingga terdapat kemajemukan di negara Indonesia.
Ketika pemerintah daerah melaksanakan tugas dan wewenangnya, sistem pemerintahan daerah harus mengacu kepada peraturan atau undang-undang yang berlaku dan mengatur jalannya pemerintahan daerah di Indonesia. Jika pelaksanaan pemerintahan daerah mengacu pada peraturan atau undang-undang, maka jalannya pemerintahan daerah tentunya didasarkan pada asas-asas pemerintahan daerah. Salah satu undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan

daerah adalah Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Di dalam undang-undang tersebut, terdapat wewenang yang berhak dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menjalankan sistem pemerintahan guna menjaga kelangsungan daerahnya. Pelaksanaan sistem pemerintahan daerah yang mengacu pada undang-undang juga merupakan salah satu bentuk perwujudan fungsi pemerintah daerah dalam pembangunan bagi daerah dan negara Indonesia.
Baca juga:
  • Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD
  • Penyimpangan Terhadap Konstitusi
  • Kewajiban Warga Negara
  • Tujuan dan Fungsi Negara Indonesia

2. Pasal 18 ayat 2

“Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut dasar hukum otonomi daerah” merupakan bunyi dari pasal 18 ayat 2 UUD 1945. Dari isi yang tercantum dalam pasal tersebut, kita dapat menemukan berapa kalimat inti dari isi pasal ini. Kalimat inti yang dapat mewakili pasal ini diantaranya:
  • Mengurus sendiri urusan pemerintahan
  • Dilakukan berdasarkan asas otonomi
  • Dilakukan sebagai tugas pembantuan
Berdasarkan fakta sejarah, Indonesia pernah memberlakukan beberapa konstitusi guna mendukung jalannya sistem pemerintahan dari era orde lama sampai dengan sekarang ini. Melalui konstitusi yang berlaku sekarang, pemerintah pusat memberikan wewenang kepada pemerintah daerah unutk mengurus sendiri urusan pemerintahan. Hal ini berarti segala kebijakan daerah yang meliputi banyak aspek dan bidang ditentukan dan dilakukan oleh pemerintah daerah dengan pengawasan dari pemerintah pusat.
Selain itu, adanya hak pemerintah daerah untuk mengurus sendiri urusan pemerintahan daerahnya membuat pemerintah daerah dapat mengembangkan potensi yang ada di daerahnya sehingga dapat meningkatkan daya saing di negara sendiri maupun negara lain terutama di era globalisasi ini. Urusan pemerintah daerah yang satu dengan yang lainnya tentu berbeda. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam menentukan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengurus sendiri urusan pemerintahan dirasa sudah tepat sehingga dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, terdapat warna kemajemukan antar daerah yang ada di Indonesia, sebagai berikut:
  • Jalannya pemerintahan daerah harus didasarkan pada asas yang berlaku dalam hal otonomi daerah. Asas yang biasa dianut oleh pemerintah daerah dalam menjalankan tugas dan wewangnya didasarkan pada UU No. 32 Tahun 2004.
  • Melalui asas ini, pelaksanaan sistem pemerintahan daerah dapat dilaksanakan sepenuhnya demi kepentingan masyarakat daerah yang dilandaskan pada arti penting dan fungsi Pancasila sebagai pandangna hidup bangsa Indonesia.
  • Selain itu, pelaksanaan jalannya sistem pemerintahan daerah yang didasarkan pada asas otonomi merupakan salah satu bentuk penerapan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat yang ditinjau dari jalannya pemerintahan yang adil dan berdaulat bagi seluruh masyarakat daerahnya.
  • Tugas pembantuan bisa diartikan sebagai kegiatan membantu pihak untuk menjalankan suatu kegiatan atau kebijakan yang ditetapkan oleh pihak tersebut. Dalam pemerintahan yang menerapkan otonomi daerah, tugas pembantuan merupakan tugas yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini adalah pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten atau kota guna membantu pemerintah provinsi dalam menjalankan kebijakannya.
Tugas pembantuan berkaitan dengan aspek teknis yang hanya dapat dimengerti oleh pemerintah daerah karena aspek teknis ini biasanya berkaitan dengan karakteristik suatu daerah. Dalam menjalankan tugas pembantuan, pemerintah kabupaten atau kota melakukan komunikasi dengan pemerintah provinsi agar tidak terjadi miss communication yang dapat menyebabkan konflik baik itu konflik sosial dalam masyarakat atau lainnya diantara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten atau kota yang dapat melebar ke lapisan masyarakat. (baca juga: Faktor Penyebab Konflik Sosial)

3. Pasal 18 ayat 3

Isi dari pasal ini adalah “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.” Melalui isi pasal ini, kita dapat mengambil kalimat yang menjadi inti dari pasal 18 ayat 3 UUD 1945. Inti kalimat tersebut diantaranya:
  • Pemerintah daerah memiliki DPRD
  • Anggota DPRD dipilih melalui pemilu
Dalam pasal 18 ayat 3 disebutkan bahwa dalam menjalankan sistem pemerintahan di lingkup daerah, pemerintahan didukung oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai badan legislatif dalam pemerintahan. Sebagai badan legislatif, DPRD mempunyai tugas dan fungsi dalam menjalankan sistem pemerintahan demi keberlangsungan daerahnya. Antara pemerintah daerah dan DPRD terjalin suatu hubungan yang sifatnya saling mendukung dan saling bersinergi untuk memajukan daerahnya masing-masing, bukan untuk memajukan kelompok-kelompok tertentu.
  • Di era ciri-ciri demokrasi Pancasila sekarang ini, setiap pemimpin yang terdapat pada lingkup daerah maupun pusat dipilih oleh rakyat melalui sistem pemilihan umum begitu juga anggota DRPD.
  • Sistem pemilu di Indonesia semenjak orde lama hingga orde reformasi sekarang ini telah mengalami perkembangan dan mengenal jenis-jenis pemilu di Indonesia yang masih berlangsung hingga saat ini. (baca juga: Sistem Pemilu di Indonesia)
  • Ada pemilihan terhadap anggota DPRD dalam otonomi daerah merupakan salah satu bentuk perwujudan fungsi pemilu secara umum di dalam masyarakat daerah.

Pasal 18 ayat 4

Pasal ini berbunyi: “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala  pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.” Penjelasan dalam ayat ini dirasa cukup jelas, yaitu setiap pemimpin daerah dipilih secara demokratis. Pernyataan ini mempunyai makna bahwa setiap pemimpin daerah ditentukan oleh masyarakat daerah dan demi kepentingan daerah.
Pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokratis dan didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi Pancasila agar penetapan setiap kepala daerah tepat sasaran dan tepat guna. Selain itu, pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara demokratis guna menghindari terjadinya penyimpangan seperti penyimpangan pada masa demokrasi terpimpin terhadap Pancasila di masa lalu, sebagai berikut:
  • Sesuai dengan jalannya sistem politik demokrasi di Indonesia, bakal calon kepala atau pemimpin daerah diusung oleh partai politik yang memungkinkan adanya koalisi diantara dua partai politik atau lebih.
  • Setelah itu, bakal calon kepala atau pemimpin daerah diperkenalkan pada masyarakat daerah agar masyarakat daerah mengetahui visi dan misi yang dimiliki oleh bakal calon.
  • Dari sinilah, masyarakat terlibat langsung dalam pelaksanaan demokrasi untuk menentukan siapa yang menjadi pilihannya nanti ketika masa pemilu tiba.

Pasal 18 ayat 5

“Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat” merupakan isi dari pasal 18 ayat 7 UUD 1945. Dari isi dari pasal tersebut, terdapat dua inti yang menjadi pokok penjelasan dari pasal 18 ayat 5 UUD 1945 ini. Kedua kalimat tersebut adalah:
  • Menjalankan otonomi seluas-luasnya
  • Pemisahan wewenang
Pada pasal 18 ayat 5 UUD 1945, disebutkan bahwa pemerintah daerah mempunyai kebebasan untuk menjalankan otonomi daerah dengan seluas-luasnya. Hal ini berarti bahwa pemerintah daerah berhak untuk mengembangkan dan memaksimalkan potensi yang ada di daerahnya secara bebas tanpa adanya intervensi dari pihak manapun termasuk oleh pemerintah pusat. Kebebasan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menjalankan otonomi seluas-luasnya bukan merupakan kebebasan yang tidak disertai tanggung jawab. Tentunya kebebasan otonomi seluas-luasnya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dilakukan untuk kepentingan masyarakat daerah dan sifatnya bukan mengeksploitasi sumber daya yang ada, termasuk di dalamnya untuk mengantisipasi adanya dampak globalisasi di bidang ekonomi, politik, dan pendidikan yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan bermasyarakat di suatu daerah, sebagai berikut:
  • Dalam pasal 18 ayat 5 UUD 1945 juga disebutkan urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
  • Hal ini berarti ada pembatasan kekuasaan dan kewenangan pemerintah daerah untuk menentukan dan menetapkan kebijakan yang berlaku di daerahnya.
  • Isi pasal ini tentunya dibuat untuk menghindari terjadinya saling tumpeng tindih antara kepentingan pusat dan kepentingan daerah yang dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
  • Dalam menjalankan wewenang dan kekuasaannya, pemerintah daerah diawasi oleh pemerintah pusat agar pelaksanaan keputusan dan kebijakannya tidak bertentangan

Pasal 18 ayat 6 dan 7

Bunyi dari pasal ini adalah “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.” Melalui isi dari pasal 18 ayat 6 UUD 1945, pemerintah daerah berhak untuk menentapkan peraturan daerah untuk diberlakukan di wilayah daerahnya. Peraturan daerah yang ditetapkan berkaitan dengan segala kebijakan yang mendukung adanya kemajemukan yang terdapat pada masyarakat daerah yang tidak ditemukan di daerah lain atau tidak dapat diatur oleh pemerintah pusat.
  • Peraturan-peraturan daerah yang selanjutnya disebut perda ditetapkan oleh pemerintah daerah untuk memperkuat fungsi pemerintah daerah dalam menjalakan otonomi daerah yang seluas-luasnya dan untuk kepentingan masyarakat daerahnya.
  • Selain itu, melalui peraturan daerah yang ditetapkan, pemerintah daerah dapat lebih mudah untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya peraturan tersebut di lingkungan masyarakat daerahnya, termasuk di dalamnya adalah salah satu cara mencegah radikalisme dan terorisme yang dapat berkembang di dalam masyarakat. (baca juga: Cara Mencegah Radikalisme Dan Terorisme)

Pasal 18A ayat 1 dan ayat 2

Pasal ini berbunyi: “Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.” Dalam pasal 18A ayat 1 UUD 1956 mempunyai dua makna yang dapat kita pelajari bersama. Kedua makna tersebut adalah:
  • Pengaturan hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
  • Perhatian terhadap karakteristik daerah
Dalam melaksanakan otonomi daerah, hubungan anatara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah diatur melalui undang-undang. Hal ini dimasksudkan agar hubungan yang terjadi diantara kedua belah pihak adalah hubungan yang bersifat formal dan mengikat. Selain itu, jalinan hubungan antara kedua pemerintahan yang diatur dalam undang-undang dimaksudkan agar tidak terjadi hubungan yang saling tumpang tindih diantara kepentingan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sebagai berikut:
  • Otonomi daerah memberikan perhatian secara khusus terhadap potensi yang dimiliki oleh suatu daerah. Potensi yang dimaksud di sini meliputi berbagai aspek dan bidang.
  • Oleh karena itu dalam menentukan suatu kebijakan, pemerintah daerah wajib memperhatikan karatersitik yang dimiliki oleh daerahnya sehingga karakteristik daerah dapat dikembangkan dan diperkenalkan kepada masyarakat luas yang berada di luar daerah tersebut.
  • Penetapan kebijakan yang didasarkan pada karakteristik daerah merupakan suatu langkah tepat yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai tindak lanjut adanya penyebab terciptanya masyarakat majemuk dan multikultural yang ada di Indonesia.

Pasal 18B ayat 1 dan ayat 2


Pasal ini mempunyai bunyi: “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.” Isi dari pasal 18B ayat 1 ini dirasa cukup jelas, yaitu negara mengakui adanya pemerintahan yang bersifat khusus maupun istimewa. Seperti yang kita ketahui, diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia berdampak munculnya daerah-daerah khusus dan istimewa di beberapa provinsi di Indonesia. Beberapa daerah atau provinsi yang mempunyai otonomi khusus atau bersifat istimewa adalah:
  • Provinsi Aceh (Daerah Istimewa Aceh)
  • Provinsi Jakarta (Daerah Khusus Ibukota Jakarta)
  • Provinsi Yogyakarya (Daerah Istimewa Yogyakarta)
Jalannya otonomi khusus atau otonomi yang bersifat istimewa di daerah tersebut merupakan bentuk perhatikan pemerintah terhadap adanya kekhasan yang dimiliki oleh daerah tersebut. Tentunya jalannya otonomi khusus ini tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar Pancasila, melainkan sebagai bentuk keragaman yang perlu dipelihara dan dilestarikan.
Pasal 18B ayat 2
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang” adalah bunyi dari pasal ini. Secara jelas disebutkan bahwa adanya pengakuan yang dilakukan oleh negara terhadap kekhasan masyarakat daerah yang berkembang di daerah-daerah dalam negara Indonesia. Bentuk-bentuk kekhasan tersebut merupakan sesuatu yang patut dijamin dan dihormati hak-haknya melalui adanya upaya pemerintah dalam menegakkan HAM di Indonesia. Namun perlu dicatat, bahwa kekhasan yang berkembang di dalam daerah yang melaksanakan otonomi tidak bertentangan dengan dasar hukum dan prinsip-prinsip yang terdapat di negara Indonesia.
Itulah penjelasan singkat mengenai dasar hukum otonomi daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UUD 1945 khususnya pada pasal 18. Melalui otonomi daerah, diharapkan daerah masing-masing dapat berkembang dan menonjolkan karakteristik tiap daerah agar menjadikan Indonesia menjadi lebih berwarna di berbagai aspek dan bidang. Kiranya artikel ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

ASAS DAN SITEM HUKUM

1. PENGERTIAN ASAS-ASAS HUKUM

Menurut terminologi bahasa, yang dimaksud dengan istilah asas ada dua pengertian. Arti asas yang pertama adalah dasar, alas, pondamen. sedangkan menurut asas yang kedua adalah sesuatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berfikir atau berpendapat.

Sedangkan menurut R.H. Soebroto Brotodiredjo, asas adalah suatu sumber atau sebab yang menjadi pangkal tolak sesuatu, hal yang inherent dalam segala sesuatu, yang menentukan hakikatnya.

Bellefroid mengatakan bahwa asas hukum umum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang boleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas hukum umum merupakan pengendapan dari hukum positif.

Menurut Eikima Hommes Asas Hukum itu tidak boleh menganggap sebagai norma-norma hukum yang konkrit, akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk bagi hukum yang berlaku.Pembentukan hukum praktis perlu berorientasi pada asas-asas hukum tersebut.

Pendapat terakhir dari Sajipto Raharjo. Ia mebgatakan bahwa, asas hukum adalah unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum. Asas hukum adalah jantungnya peraturan hukum karena ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum atau ia adalah sebagai ratio legisnya peraturan hukum.

Dari beberapa pendapat tadi kita dapat menyimpulkan, bahwa yang dinamakan asas hukum itu adalah dasar-dasar umum yang terkandung dalam peraturan hukum, dasar-dasar umum tersebut merupakan sesuatu yang mengandung nilai-nilai etis .

Asas Hukum atau Prinsip Hukum bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan pikiran dasar yang umum sifatnya. Atau, merupakan latar belakang yang mendasari peraturan yang konkrit, yang terdapat di dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut.

Apabila kita membicarakan tentang asas hukum, maka pada saat itu kita membicarakan unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum. Barangkali tidak berlebihan apabila dikatakan, bahwa asas hukum ini merupakan jantungnya peraturan hukum. Ini berarti bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut.  Kecuali disebut landasan, asas hukum ini layak disebut sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum, atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum. Asas hukum ini tidak akan habis kekuatanya dengan melahirkansuatu peraturan hukum, melainkan akakn tetap saja ada dan akan melahirkan peraturan-peraturan selanjutnya .

Karena asas hukum mengandung tuntutan etis, maka asas hukum merupakan jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita social dan pandngan etis masyarakatnya. Dengan singkat dapat dikatakan, bahwa melalui asas hukum ini, peraturan-peraturan hukum berubah sifatnya menjadi bagian dari suatu tatanan etis. Bagaimana orang sampai kepada asas-asas hukum itu dapat digambarkan urutannya.

Pengertian-pengertian yang telah di temukan itu masih bisa ditarik pada peringkat yang lebih tinggi dan dengan demikian secara terus menerus, sampai kita tiba pada suatu titik yang keadaanya berbeda dari pengertian-pengertia sebelumnya. Kita sampai pada suatu penemuan yang bersifat serta merta, artinya ia tidak bisa di jelaskan oleh pengertian yang lebih tinggi lagi. salah satu contohnya adalah : “Di mana ada kesalahan, disitu ada pengantian kerugian”, inilah yang disebut asas hukum itu. Pengertian hukum atau konsep hukum, standar hukum dan asas hukum merupakan unsur-unsur dari peraturan hukum ini bisa diberi arti sebagai norma yang memberikan suatu konsekuensi yang jelas sebagai kelanjutan dilakukanya suatu perbuatan.

2. BEBERAPA ASAS-ASAS HUKUM

Sebagai ilustrasi bahwa asas hukum merupakan jiwa dari peraturan hukum dapat dikemukakan contoh sebagai berikut:
ketika seseorang melakukan perbuatan dursila yang merugikan orang lain, ia harus menganti kerugian itu(asas hukum). Sedangkan norma hukumnya, adalah Pasal 1365 KUH Perdata.

Dalam mempelajari ilmu hukum maupun dalam kehidupan sehari-hari, sering mendengar istilah-istilah yang apabila diteliti ternyata masukkedalam kriteria asas hukum. Contoh penyusun kemukakan beberapa asas hukum secara alphabetis, diantaranya:

a.    Audi et alteram atau Audiatur et altera pars, adalah bahwa para pihak harus didengar. Contohnya apabila persidangan sudah dimulai, maka hakim harus mendengar dari kedua belah pihak yang bersengketa, bukan hanya dari satu pihak saja.

b.    Bis de eadem re ne sit actio atau Ne bis in idem, mengenai perkara yang sama dan sejenis tidak boleh disidangkan untuk yang kedua kalinya. Contohnya lihat pada pasal 76 KUH Pidana.

c.    Clausula rebus sic stantibus, atau suatu syarat dalam hukum internasional bahwa suatu perjanjian antar negara masih tetap berlaku, apabila situasi dan kondisinya tetap sama.

Asas hukum dengan norma hukum ada beberapa perbedaan diantarnya:
a.    Asas merupakan suatu konsep, sedangkan norma merupakan penjabaran dari konsep tersebut.

b.    Asas hukkum tidak mempunyai sanksi, sedangkan norma mempunyai sanksi yang jelas.




3    SISTEM HUKUM

Istilah sistem berasal dari perkataan systema dalam bahasa latin yunani, artinya keseluruhan yang terdiri bermacam-macam bagian. Secara umum sistem didefinisikan sekumpulam elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu didalam lingkungan yang kompleks .

Menurut Prof. Dr. Sunaryati hartono, S. H. (1991:56) mengatakan bahwa sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsure yang terdiri dari sejumlah unsure atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas. Agar supaya berbagai unsur itu merupakan kesatuan yang terpadu maka di butuhkan organisasi. Sistem hukum adalah suatu susunan atau tatanan yang diatur, suatu keseluruhan yng terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran, untuk mencapai suatu tujuan tertentu .

Menurut Sudikno Mertukusumo sistem hukum merupakan tatanan atau kesatuan yang utuh yang tediri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain yaitu kaidah atau pernyataan tentang apa yang seharusnya, sehingga sistem hukum merupakan sistem normatif. Dengan kata kata lain sistem hukum adalah suatu kumpulan unsur-unsur yang ada dalam interaksi satu sama lain yang merupakan satu kesatuan yang terorganisasi dan kerjasama ke arah tujuan kesatuan.

Dapat disimpulkan Sistem hukum adalah kesatuan utuh dari tatanan-tatanan yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan berkaitan secara erat. Untuk mencapai suatu tujuan kesatuan tersebut perlu kerja sama antara bagian-bagian atau unsur-unsur tersebut menurut rencana dan pola tertentu. Dalam sistem hukum yang baik tidak boleh terjadi pertentangan-pertentangan atau tumpang tindih di antara bagian-bagian yang ada. Jika pertentangan atau kontradiksi tersebut terjadi, sistem itu sendiri yang menyelesaikan hingga tidak berlarut.

Struktur hukum merupakan lembaga-lembaga hukum yang saling berkaitan dan berproses dalam hubungan timbal balik. Lembaga hukum itu antara lain, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, kepengacaraan, lembaga pemasyarakatan.

4.    MACAM-MACAM SISTEM HUKUM

Pada dasarnya sistem hukum di dunia ada dua kelompok besar yaitu sistem hukum Continental, dan sistem hukum Anglo Saxon. Selain kedua sistem itu terdapat pula sistem hukum islam, sistem hukum social dan sebagainya. Adapun sistem hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Sistem Hukum Eropa Kontinental
• Berkembang di negara-negara Eropa (istilah lain Civil Law = hukum Romawi).

• Dikatakan hukum Romawi karena sistem hukum ini berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi pada masa Pemerintahan Kaisar Yustinianus abad 5 (527-565 M).

• Kodifikasi hukum itu merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Yustinianus yang disebut Corpus Juris Civilis (hukum yg terkodifikasi)

• Corpus Juris Civilis dijadikan prinsip dasar dalam perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa daratan seperti Jerman, Belanda, Prancis, Italia, Amerika Latin, Asia (termasuk Indonesia pada masa penjajahan Belanda).

• Artinya adalah menurut sistem ini setiap hukum harus dikodifikasikan sebagai daar berlakunya hukum dalam suatu negara.

Prinsip utama atau prinsip dasar :
• Prinsip utama atau prinsip dasar sistem hukum Eropa Kontinental ialah bahwa hukum itu memperoleh kekuasaan mengikat karena berupa peraturan yang berbentuk undang-undang yang tersusun secara sistematis dalam kodifikasi.

• Kepastian hukumlah yang menjadi tujuan hukum. Kepastian hukum dapat terwujud apabila segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan tertulis, misalnya UU.

`• Dalam sistem hukum ini, terkenal suatu adagium yang berbunyi ”tidak ada hukum selain undang-undang”.

• Dengan kata lain hukum selalu diidentifikasikan dengan undang-undang (hukum adalah undang-undang).
`
Peran Hakim :
• Hakim dalam hal ini tidak bebas dalam menciptakan hukum baru, karena hakim hanya berperan menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan yang ada berdasarkan wewenang yang ada padanya.

Putusan Hakim :
• Putusan hakim tidak mengikat umum tetapi hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins res ajudicata) sbgmana yurisprudensi sebagai sistem hukum Anglo Saxon (Mazhab / Aliran Freie Rechtsbegung)

Sumber Hukum :

Sumber hukum sistem ini adalah :
1) Undang-undang dibentuk oleh legislatif (Statutes).
2) Peraturan-peraturan hukum’ (Regulation = administrasi negara= PP, dll), dan
3) Kebiasaan-kebiasaan (custom) yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang.

Penggolongannya :
Berdasarkan sumber hukum diatas maka sistem hukum Eropa Kontinental penggolongannya ada dua yaitu :
1) Bidang hukum publik dan
2) Bidang hukum privat.

Ad. 1) :
Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara.
Termasuk dalam hukum publik ini ialah :

1) Hukum Tata Negara
2) Hukum Administrasi Negara
3) Hukum Pidana

Ada. 2) :
Hukum privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Yang termasuk dalam hukum privat adalah :

1) Hukum Sipil, dan
2) Hukum Dagang

Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia sekarang, batas-batas yang jelas antara hukum publik dan hukum privat itu semakin sulit ditentukan. Hal itu disebabkan faktor-faktor berikut :

1) Terjadinya sosialisasi di dalam hukum sebagai akibat dari makin banyaknya bidang-bidang kehidupan masyarakat. Hal itu pada dasarnya memperlihatkan adanya unsur ”kepentingan umum/masyarakat” yang perlu dilindungi dan dijamin, misalnya saja bidang hukum perburuhan dan hukum agraria.

2) Makin banyaknya ikut campur negara di dalam bidang kehidupan yang sebelumnya hanya menyangkut hubungan perorangan, misalnya saja bidang perdagangan, bidang perjanjian dan sebagainya.

2. Sistem Hukum Anglo Saxon

• Mula-mula berkembang di negara Inggris, dan dikenal dgn istilah Common Law atau Unwriten Law (hukum tidak tertulis).

• Sistem hukum ini dianut di negara-negara anggota persemakmuran Inggris, Amerika Utara,Kanada, Amerika Serikat.

Sumber Hukum :
1) Putusan–putusan hakim/putusan pengadilan atau yurisprudensi (judicial decisions). Putusan-putusan hakim mewujudkan kepastian hukum, maka melalui putusan-putusan hakim itu prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan mengikat umum.

2) Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan hukum tertulis yang berupa undang-undang dan peraturan administrasi negara diakui juga, kerena pada dasarnya terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis tersebut bersumber dari putusan pengadilan.

Putusan pengadilan, kebiasaan dan peraturan hukum tertulis tersebut tidak tersusun secara sistematis dalam kodifikasi sebagaimana pada sistem hukum Eropa Kontinental.

Peran Hakim :
• Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Hakim juga berperan besar dalam menciptakan kaidah-kaidah hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat.

• Hakim mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan-peraturan hukum dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang berguna sebagai pegangan bagi hakim –hakim lain dalam memutuskan perkara sejenis.

• Oleh karena itu, hakim terikat pada prinsip hukum dalam putusan pengadilan yang sudah ada dari perkara-perkara sejenis (asas doctrine of precedent).

• Namun, bila dalam putusan pengadilan terdahulu tidak ditemukan prinsip hukum yang dicari, hakim berdasarkan prinsip kebenaran dan akal sehat dapat memutuskan perkara dengan menggunakan metode penafsiran hukum. Sistem hukum Anglo-Amerika sering disebut juga dengan istilah Case Law.

Penggolongannya :
• Dalam perkembangannya, sistem hukum Anglo Amerika itu mengenal pula pembagian ”hukum publik dan hukum privat”.
• Pengertian yang diberikan kepada hukum publik hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum eropa kontinental.

• Sementara bagi hukum privat pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Anglo Amerika (Saxon) agak berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh sistem Eropa kontinental.

• Dalam sistem hukum Eropa kontonental ”hukum privat lebih dimaksudkan sebagai kaidah-kaidah hukum perdata dan hukum dagang yang dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu”.

• Berbeda dengan itu bagi sistem hukum Anglo Amerika pengertian ”hukum privat lebih ditujukan kepada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik (law of property), hukum tentang orang (law of persons, hukum perjanjian (law of contract) dan hukum tentang perbuatan melawan hukum (law of tort).

• Seluruhnya tersebar di dalam peraturan-peraturan tertulis, putusan-putusan hakim dan kebiasaan.
Perbedaan yang mendasar antara sistem hukum kontinental dengan sistem hukum Anglo Saxon adalah, pada sistem hukum yang dasarnya yurisprudensi sangat penting sebagai sumber hukum. Sedangkan pada sistem hukum continental dasarnya peraturen perundangan sangat penting sebagai sumber hukum. Dalam sistem hukum Continental ada pemeo,”hakim adalah mulut undang-undang”, dalam sistem Anlo Saxon,”hakim adalah mulut precedent yang mewajibkan hakim dalam perkara-perkara yang identik untuk mengikuti putusan yang terdahulu.”

Di Indonesia ada empat sistem hukum yang berlaku, yaitu sistem hukum adat, sistem hukum agama, sistem hukum Barat(sistem hukum kolonial), dan sistem hukum nasioanal. Hukum adat adalah hukum tidak tertulis yang terwujud melalui putusan penguasa adat, sistem hukum adat lebih mirip dekat pada sistem Anglo Saxon. Sedangkan sistem hukum barat di bawa oleh pnjajah Belanda. Sitem hukum kontinental adalah sistem hukum barat karena belnda termasuk ke dalam lingkungan sistem hukum kontinantal.












7 Pengertian Kewarganegaraan Menurut Para Ahli

Ada kesamaan pengertian antara kewarganegaraan dan kebangsaan (nationality), perbedaan diantara keduanya terletak dalam hal keikutsertaan seseorang tersebut dalam hal berpolitik. Sebab sangat dimungkinkan untuk seseorang memiliki kebangsaan tertentu tanpa harus menjadi warga negara di negara tersebut, dan juga sebaliknya memiliki hak untuk ikutserta dalam berpolitik tanpa harus menjadi seorang warga negara di negara tersebut. (baca juga: Hubungan Dasar Negara dengan Konstitusi Negara)

Kewarganegaraan

Keikutsertaan seseorang menjadi satu anggota dalam sebuah kendali lingkup politik tertentu, dalam hal ini negara merupakan definisi dari kewarganegaraan. Dan di dalam UU No.62 Tahun 1958 tentang kewarganegaraan dijabarkan, bahwa kewarganegaraan ialah segala bentuk hubungan seseorang dengan suatu negara yang yang dengannya menimbulkan adannya sebuah hak dan kewajiban terhadap negara tersebut berkaitan dengan status kewarganegaraan yang dimiliki. (Baca juga: Hubungan Negara dengan Warga Negara)
Pengertian Kewarganegaraan dapat dibedakan menurut pemahamannya, diantaranya sebagai berikut:
  • Kewarganegaraan secara hukum (yuridis)
Kewarganegaraan dalam hak hukum (Yuridis), memiliki pengertian sebagai tanda adanya sebuah hubungan atau ikatan secara yuridis antara seorang warga negara dengan negara terkait status seseorang tersebut sebagi warga negara. Yang dengan adanya hubungan tersebut memiliki maka seorang warga negara memiliki kewajiban untuk tunduk dan patuh terhadap hukum, undang-undang maupun peraturan yang berlaku di negara tersebut terkait status seseorang tersebut sebagai warga negara. Dengan adanya sebuah kartu tanda penduduk, surat pernyataan atau bukti kewarganegaraan seseorang, merupakan tanda dari ikatan hukum tersebut. (Baca juga: Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia)
  • Kewarganegaraan secara sosiologis
Hak secara sosiologis, kewarganegaraan memiliki definisi berbeda dengan ikatan atau hubungan secara hukum. Ikatan tersebut memiliki makna lebih mendalam dalam pengertian ikatan secara sosial, yang didapat karena timbulnya satu ikatan atau hubungan darah, setanah air, senasib sepenanggungan dan juga ikatan budaya dan sejarah yang sama. Dalam arti kata memiliki ikatan secara lahir dan batin dalam hubungannya sebagai warga negara. (Baca juga: Fungsi Kebudayaan bagi Masyarakat dan Contohnya)
Dengan kata lain dalam artian kewarganegaraan secara sosiologis seseorang tersebut dapat disebut sebagai warga negara karena melihat dari tingkah laku, penghayatan hidup serta ikatan emosional seseorang tersebut pada negara. Akan tetapi menurut hukum seseorang tersebut tidak memiliki bukti secara sah menurut hukum yang berlaku sebagai seorang warga negara.  (baca juga: Membangun karakter bangsa)
  • Kewarganegaraan secara formal
Kewarganegaraan dalam arti secara formal, secara teori hukum merujuk pada tempat kewarganegaraan. Segala hal mengenai kewarganegaraan maupun warga negara berada pada konteks hukum publik, sebab segala ketentuan-ketentuan mengenai hal tersebut bersifat publik(umum). ( baca juga: 8 Peran Lembaga Pengendalian Sosial di Masyarakat)
  • Kewarganegaraan secara materiil
Kewarganegaraan dalam arti secara materiil, merujuk pada akibat yang ditimbulkan karena status kewarganegaraan seseorang tersebut dalam hal hukum yang dengannya timbul hak maupun kewajiban dalam konteks bagian dari suatu negara tersebut. Dengan seseorang memiliki status kewarganegaraan, bersamaan dengan hal tersebut maka timbul sebuah ikatan hukum yang mewajibkannya patuh serta tunduk dalam hukum di negara terkait, dan seseorang tersebut tidak memiliki keterikatan maupun berada dibawah kuasa atau kendali negara lain secara yuridis. Dengan begitu negara menjamin warga negara dibawah kekuasaan hukumnya. (baca juga Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945 Cara Menanamkan Kesadaran Hukum Pada Warga Masyarakat)

Menurut Para Ahli

Kewarganegaraan merupakan bagian dari suatu konsep kewargaan (citizen). Yang di dalamnya terdiri dari bagian-bagian dalam sebuah wilayah, sebagaimana warga sebuah kota atau kabupaten dinamakan sebagai warga kota atau warga kabupaten karena didalamnya merupakaan satu kesatuan politik dalam satu otonomi daerah tertentu.
Sebab dalam konsep kewargaaan ini setiap wilayah dari satuan politik tersebut memberikan hak dan kewajiban yang berbeda pada warganya antara satu wilayah dengan yang lainnya. (Baca juga: Tugas dan fungsi DPRD)
Ada beberapa pengertian kewarganegaraan, seperti berikut diantaranya beberapa ahli  mengemukakan pendapatnya tentang kewarganegaraan.
  1. Menurut Ko Swaw Sik, kewarganegaraan ialah ikatan hukum diantara negara beserta seseorang yang disebut warga negara. Ikatan atau hubungan tersebut menjadi suatu “kontrak politik”, yang mana sebuah negara tersebut memiliki hukum tata negara dan kedaulatan yang diakui masyarakat dunia. kewarganegaraan disini merupakan bagian dalam konsep kewargaan (citizenship).  (baca juga: 7 Ciri-Ciri Masyarakat Madani dan Pengertiannya)
  2. Menurut Graham Murdock (1994), kewarganegaraan merupakan suatu hak agar dapat ikutserta maupun berpartisipasi secara utuh didalam berbagai  pola stuktur sosial, politik dan juga kehidupan kultural agar dapat menciptakan seseuatu hal yang baru selanjutnya karena dengan begitu akan membentuk ide-ide yang besar. Baca juga: fungsi negara secara umum)
3.      ·  Menurut Soemantri, kewarganegaraan ialah sesuatu yang memiliki keterkaitan atau hhubungan antara manusia sebagai individu didalam suatu perkumpulan yang tertata dan terorganisir dalam hubungannya dengan negara. (baca juga: Manfaat toleransi di dalam kehidupan)
4.      ·  Menurut Stanley E Ptnord dan Etner F peliger, Kewarganegaraan merupakan sbuah ilmu atau studi mengenai tugas dan kewajiban pemerintahan serta hak dan kewajiban seorang warga negara. (baca juga: Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Pelestarian Lingkungan)
5.      ·  Menurut mr. Wiyanto Dwijo Hardjono, S.Pd, Kewarganegaraan ialah keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu ( secara khusus negara) yang dengannya membawa hak untuk dapat berprestasi dalam suatu kegiatan politik di negara tersebut. (baca juga: Fungsi Lembaga Politik di Indonesia)
6.      ·  Menurut Wolhoff,Kewarganegaraan ialah keanggotaan suatu bangsa tertentu, yakni sejumlah manusia yng teerikat dengan yang lainnya dkarenakan suatu sebab yaitu kesamaan bahasa, kehidupan dalam sosial dan berbudaya serta kesadaran nasionalnya. Maka dari itu kewarganegaraan memiliki suatu kesamaan dengan hal kebangsaan, perbedaannya terletak pada hak-hak yang dimiliki seseorang tersebut untuk berperan aktif dalm hal perpolitikan di dalam negara tersebut. (baca juga: Peran konstitusi dalam negara demokrasi)
7.       ·  Menurut Daryono, kewarganegaraan merupakan pokok-pokok yang mencakup isi tentang hak dan kewajiban warga negara. Sebab kewargangaraan menrupakan keanggotaang seseorang didalam satuan politik tertentu (dalam hal ini negara) yang berkenaan dengan hal tersebut maka timbulah suatu hak untuk berpartisipasi di dalam kehidupan politik di negara tersebut. Dan seseorang tersebut dinamakan warga negara.

No comments:

Post a Comment

35 Alat Musik Tradisional Indonesia Beserta Gambar dan Penjelasannya

Alat Musik Tradisional Pukul di Indonesia 1. Aramba Aramba merupak...